SANG PENJAGA

penjagaa*dimuat di islampos.com dan dakwatuna.com

Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah dan perkuat kesabaranmu, dan tetaplah bersiap siagalah… [QS. Ali Imron: 200]

Penjaga itu berjaga. Sementara lainnya terlelap oleh indah dunia. Ia berdiri tegar. Bersiap siaga di perbatasan. Ia sadar, sekali ia terlarut, ia akan terjatuh. Inilah perbatasan dirinya yang selalu ia jaga: batas diri. Batas yang menguji sejauh mana kualitas iman ini. Sebab itu, ia berjaga. Menjadi orang pertama yang tergerak tatkala muncul gangguan yang mengancam iman, yang bukan hanya dari luar, tapi juga berasal dari dalam diri.

Ya, penjaga itu tetap berjaga. Sedang lainnya merasa aman karena kenyamanan. Ia tetap berdiri, meskipun harus sendiri. Ia sadar, keterjagaan bukanlah suatu pilihan, melainkan sebuah keharusan. Sebab ia tak tahu kapan serangan itu datang. Apakah lusa, esok, atau bahkan dini hari ini. Ia pun tak tahu, serangan itu mengenai siapa. Apakah dirinya, atau orang-orang yang dikasihinya. Karenanya, ketidaktahuan melahirkan kewaspadaan untuk senantiasa saling menjaga. Melindungi dirinya dan mereka dari berbagai sebab masuk neraka.

Maka sudah selayaknya ia terus berjaga. Menjaga dirinya dengan perbekalan yang matang. Perbekalan yang membuatnya mampu membentuk suatu pertahanan. Ia teringat nasihat Ibnul Jauzi, selagi baju besi berupa iman tetap menempel pada dirinya, maka anak panah musuh tidak akan sampai merobohkannya. Ia pun bersabar, menguatkan kesabarannya, dan selalu bersiap siaga. Continue reading “SANG PENJAGA”

SUDAHKAH BUTA MATA DI HATI KITA?

Adakah situasi yang lebih menakutkan daripada hilangnya rasa empati di dunia ini?

Jika ternyata tak ada lagi tempat yang aman untuk lagi berlari, mencari perlindungan diri. Bahkan hukum yang seharusnya memberi perlindungan pun tak mampu lagi dipercaya karena para penegaknya sering rabun, tak sadar kalau hitam dan putih itu jelas berbeda. Tak heran kalau segala kejahatan dan tindak keburukan mudah sekali terjadi. Hingga rasanya harga manusia tak lebih dari seonggok jasad yang tak berarti.

Adakah situasi yang lebih menakutkan daripada hilangnya rasa empati di dunia ini?

Jika ternyata ada ibu tega jual anaknya sendiri, cucu bangga perkosa neneknya, pedagang tenang memasukan racun ke dalam jualannya, dokter lebih memilih mengabaikan pasien yang sekarat daripada tidak mendapatkan uang muka, para koruptor pandai bermuka innocent tapi kelakuan nonsens, perang dan pertumpahan darah menjadi sajian biasa, dan lain sebagainya. Lantas, kemana perginya hati nurani? Continue reading “SUDAHKAH BUTA MATA DI HATI KITA?”

MENJADI BUKU YANG TERBUKA

*dimuat di dakwatuna.com

Jika kita bertanya bagaimana membawa dakwah menuju kemenangan, tentu kita akan mendapati jawabannya pada buku-buku dakwah yang sering kita baca. Jawabannya begitu teoritis, sistematis, dan retoris. Tapi semua buku-buku itu, meski menyajikan jawaban berbeda, tetap saja memiliki ruh yang sama, yakni kembali kepada kualitas keimanan dan keteladanan para rijalud dakwah-nya.

Mustahil rasanya visi besar dakwah akan terealisasi, jika semua itu hanya berakhir pada teori tanpa aplikasi. Laiknya ikut pelatihan berenang bertahun-tahun, tapi tidak bisa-bisa lantaran pelatihnya hanya berkata-kata dan tak pernah menunjukkan action-nya. Lantas, bagaimana jika ada da’i yang perilakunya tidak dapat dijadikan panutan? Bagaimana umat akan melihat Islam ini begitu indah, jika keindahan itu tidak nampak pada sosok kader dakwahnya? Bagaimana Islam ini akan tegak, jika para pelaku dakwahnya belum bersungguh-sungguh menegakkan keislaman pada dirinya?

Saudaraku, mari kita putar kembali Continue reading “MENJADI BUKU YANG TERBUKA”

MENAKAR KADAR RUHIYAH

“Apa indikator ruhiyah seseorang sedang naik?”

Pertanyaan di atas merupakan nyawa dari tulisan ini. Penulis sengaja menggunakan kata “naik”, bukan “baik” atau “bagus”, semata-mata agar menjelaskan bahwa dalam konteks ini kita sedang membicarakan ruhiyah sebagai sebuah progres. Karena pada pada dasarnya ruhiyah itu adalah baik dan bagus.

Pertanyaan tersebut pun mungkin dapat kita eksplorasi menjadi pertanyaan-pertanyaan serupa, seperti: Continue reading “MENAKAR KADAR RUHIYAH”

Create a free website or blog at WordPress.com.

Up ↑