“Mbak Lia, itu anak saya kok jadi mau belajar? Bagaimana ceritanya? Padahal di rumah susaaah banget disuruh belajar…” tanya seorang Ibu tetangga kami.
“Iya, anak-anaknya yang minta belajar. Insya Allah Selasa, Rabu, dan Minggu kita belajar bareng,” jawab Isteri saya.
“Tapi maaf loh Mbak Lia, bagaimana bayarannya? Saya takut gak bisa bayar jasa Mbak Lia.”
“Tenang saja, Bu. Gak usah bayar. Gratis. Yang penting anaknya semangat mau belajar itu sudah cukup.”
Alhamdulillah… berawal dari ketidaksengajaan ketika anak-anak di sekitar kediaman kami selesai bermain bola bercanda dengan anak kami Syawal. Dengan santai Ibu kami bilang kepada mereka agar selain bermain juga perlu belajar yang rajin. Ibu juga menawarkan agar belajar dengan Isteri saya.
“Emang boleh, Mbak Lia?” tanya mereka.
“Ya boleh dong…” jawab Isteri saya.

Memang sejak mulai mengandung, isteri saya tidak lagi bekerja sebagai guru. Keputusan ini kami ambil karena beberapa kondisi yang mengharuskan kami menempuh pilihan tersebut. Hingga kini, kecintaannya pada dunia pendidikan dan kegiatan mengajar tidaklah hilang, meski anak kami saat ini menginjak usia enam bulan.
Kami pun berpikir bagaimana agar potensi positifnya dapat tersalurkan tanpa meninggalkan banyak waktu bagi anak kami. Salah satunya dengan berwacana membangun rumah baca untuk anak-anak di sekitar kediaman kami. Dari sana kami berencana mengadakan berbagai kegiatan edukatif bagi mereka.
Ada berbagai motif tujuan kami melakukan itu:
- Sebagai wadah mengajar Isteri.
- Sebagai sarana dakwah keluarga untuk masyarakat. Bagaimanapun kondisi lingkungan di sekitar kami memang butuh perhatian lebih. Banyak permasalahan degradasi moral yang jamak tersiar melingkupi persoalan remaja di sekitar lingkungan rumah kami.
- Sebagai upaya pendidikan dan penjagaan bagi anak kami. Karena untuk menjadikan anak kita baik, tidak cukup dengan mendidik anak kita saja. Perlu juga mendidik anak-anak di sekitar lingkungannya sebagai pengkondisian kebaikan bagi teman-teman sepermainan anak kita nanti.

Namun, ‘ala kulli hal, meski maksud mendirikan rumah baca belum terlaksana karena beberapa hal, Allah memberi kesempatan dan peluang untuk kami tetap bisa memberikan kontribusi bagi lingkungan dengan kegiatan mengajar ini.
Melalui kabar lisan yang beredar, alhamdulillah semakin banyak anak-anak yang hadir untuk belajar. Dan sekarang, ini sudah masuk ke pertemuan ketujuh.
Ibarat mencari bungkus, tapi Allah justru memberi isi. Semoga ke depannya Allah terus berikan keberkahan bagi keluarga kami dan memudahkan segala urusan kami.
Allahumma aamiin.
[Kedaung, 15 Januari 2017]
Mangstab (y)
Eh btw, bapak sekarang tinggal di Kedaung? Apa saya yang lupa ya? :O
Iya Pak. Sejak November 2016 jadi tetangganya Mertua.